Lazada Philippines

Tuesday, 23 September 2014

Salman al-Farisi: Bangkrut Tiga Kali, Tidak Masalah

Perjualan sambil kuliah adalah hal yang paling dihindari di kampus. Bila bukan karena kebutuhan mendesak, biaya kuliah dan kesulitan biaya hidup saat kuliah, mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) enggan berjualan. Mungkin karena memang melelahkan, sudah cukup uang kiriman dari orangtua, sudah mendapatkan beasiswa, ataupun karena gengsi.

Untuk saya, berjualan di kampus menjadi sebuah tantangan tersendiri. Untuk apa? Untuk biaya hobi saya yang cukup lumayan mengurangi jatah bulanan dari orangtua. Dari mulai berjualan via media online dan Forum Jual Beli online seperti kaskus, saya mulai dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit untuk menambah uang saku dan biaya travelling yang menjadi hobi sejak kecil. Maklum, untuk pengeluaran non akademik, saya rasa tidak sepantasnya kita meminta orangtua.
Perputaran uang selama berdagang via online cukup lumayan untuk seorang mahasiswa. Saya mulai memberanikan diri bisnis offline, yaitu mengambil paket business opportunity The Siap Saji dengan brand “Yourtea” yang cukup populer di kampus. Uang sebesar Rp 6 juta saya investasikan, hasil dari perputaran bisnis sebelumnya dan pinjaman dari orangtua.
Bertempat pertama kalinya ada di depan kampus Gunadarma, di Kelapa Dua, Depok. Penjualan Teh “Yourtea” cukup baik pada bulan pertama, walaupun belum maksimal, namun sudah bisa menutupi biaya operasional. Mengalami tiga kali pergantian karyawan dalam dua bulan, namun tidak menurunkan semangat saya untuk tetap berjualan. Pada pertengahan bulan kedua, omset harian sudah mulai tidak mencukupi untuk biaya operasional. Uang pribadi mulai digunakan untuk membayar gaji karyawan. Dan pada akhir bulan ketiga bisnis teh ini saya istirahatkan karena lebih sering nombok, rugi.
Tidak putus asa, saya mulai mencari tempat baru untuk berjualan. Keliling dari minimarket dan toko-toko yang menyediakan lahan berjualan di bagian depannya selama satu bulan. Hasilnya nihil. Saat bermain ke SMA, saya sempatkan main ke kantin sekolah dan ngobrol dengan ibu kantin untuk kerjasama. Alhamdulillah disetujui dengan bagi hasil. Penjualan teh di kantin SMA ini cukup baik pada bulan-bulan pertama.
Dalam satu hari, penjualan bisa melebihi 100 gelas. Namun seperti yang terjadi pada tempat sebelumnya, penjualan menurun dari bulan ke bulan. Dan saya akhirnya memutuskan untuk menutupnya pada bulan ke-8. Sukses bangkrut untuk kedua kalinya.
Saya masih berharap mendapatkan tambahan pemasukan dari bisnis teh ini. Saya mencoba membawa booth ke Bogor, tepatnya di Kampus IPB. Mendapatkan tempat dari kenalan pemilik laundry, saya mulai berjualan kembali . Namun tidak seperti di Depok yang membuahkan hasil positif pada awal bulan, penjualan di Bogor ini langsung rugi pada minggu pertama dan seterusnya, hingga belum satu bulan saya sudah menutupnya kembali. Banyak biaya yang dikeluarkan untuk usaha ini. Transportasi, biaya lelah, bahkan uang sewa tempat yang terlanjur dibayar setahun. Setiap jenis usaha ada masanya dan kita harus tahu kapan untuk berhenti. Dari kebangkrutan ketiga ini saya sadar bahwa berjualan teh bukan bidang saya. Namun saya tidak menyesal meski bangkrut tiga kali. Saya belajar banyak. Belajar mengelola karyawan, menjaga hubungan dengan orang lain, melakukan pembukan secara rutin, dan lain-lain. Terutama belajar mengenai kesabaran dan tidak gegabah dalam mengambil peluang.
Uang jutaan yang saya keluarkan untuk bisnis yang gagal ini saya anggap sebagai biaya sekolah bisnis di lapangan. Pasti inilah proses untuk mencapai kesuksesan, tahu bagaimana rasanya bangkrut terlebih dahulu. Setidaknya saya sudah berani melangkah dan membuat perubahan untuk saya sendiri dan orang lain.

Saturday, 30 August 2014

Keluarga Tanpa Lengan Yang Bahagia

Ketika wanita lain berjuang untuk cantik, Linda Bannon berbeda. Sehari-hari, ia masih harus berkutat dengan kesulitan untuk melakukan hal sepele seperti memasak dan menyisir rambut. Jelas saja, ia lahir tanpa kedua lengan.
Wanita 35 tahun itu terkena sindrom langka Holt-Oram. Sindrom itu memengaruhi pertumbuhan tulang dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Namun, itu tak membuat Linda frustrasi. Beruntung, orangtuanya menerima.
Linda dibesarkan secara normal. Ia pernah mendapatkan lengan palsu, namun keluarganya justru merasa tidak nyaman. Pada usia 12 tahun, lengan itu ditanggalkan.
Linda kembali hidup tanpa lengan, dan belajar melakukan segala hal dengan kedua kakinya. Ia bisa menggunakan sendok-garpu, merias diri, bahkan menjahit. Linda menuturkan, ia memang menjadi olok-olok di sekolah. Namun, ia punya segelintir kawan dan keluarga yang terus mendukungnya. Setelah lulus, Linda menjadi guru untuk sebuah sekolah dasar.
Ia kemudian bertemu suaminya, Richard, di sasana kebugaran saat berusia 24 tahun. Tahun 2004, mereka menikah dan memutuskan tidak menunda untuk memiliki momongan. Namun, masalah tidak berhenti menimpa Linda. Saat USG kehamilan, ia mendapati janinnya juga memiliki sindrom Holt-Oram.
“Tapi kami benar-benar ingin memiliki sebuah keluarga,” ungkapnya. Saat buah hati yang diberinya nama Timmy lahir, ia harus lebih dahulu dirawat intensif selama dua bulan. Sebab, jantung Timmy diketahui bermasalah. Melalui operasi, ia dinyatakan sembuh.
Sejak itu, Linda fokus menjadi ibu yang baik untuk putranya. Ia membuat Timmy menolak disebut cacat. Diajarkannya semua yang bisa ia lakukan dengan kaki, kepada anak semata wayangnya itu. Kini, Timmy telah berusia sembilan tahun.
Ia seperti anak normal: bisa sikat gigi, berenang, bermain video game, bahkan mengikuti taekwondo. “Dia sangat positif dan membanggakan,” komentar Linda. Setelah Timmy, Linda berencana tidak menambah anak lagi karena tak tahan melihat mereka harus menderita dengan kondisi jantung bermasalah saat lahir. Ia memilih mendedikasikan diri jadi motivator.
Linda ingin membantu orang lain dengan cacat serupa, agar bersemangat dalam hidup. “Meski cacat, Anda bisa hidup normal. Tak ada alasan bagi Timmy untuk tak punya istri. Selama dia bahagia, itu yang penting,” Linda menuturkan, seperti dikutip dari laman Daily Mail.

Friday, 15 August 2014

Bidadari Di Tengah Hujan Lebat

Ditengah hujan lebat di Suzhou China, Seorang lelaki tua peminta sedekah yang lumpuh kakinya bergerak perlahan dengan kereta kayu kecil, nampak tidak berdaya bergelut di dalam hujan lebat untuk menyelamatkan diri. Hingga seketika seorang gadis cantik yang membawa payung bergegas berlari menerobos hujan lebat untuk memberi perlindungan dengan memayungi si pengemis tua dari kebasahan. Walaupun payung itu sendiri sebenarnya tidak cukup untuk melindungi si pengemis dari kebasahan, Namun gadis itu tetap tak beranjak dari sampingnya meski ia sendiripun juga kebasahan, sementara orang-orang disekitarnya nampak hanya memperhatikan  si gadis. Sungguh adegan tersebut adalah adegan paling indah yang terjadi saat hujan lebat itu. 
Pertama kali di unggah oleh seorang Netizen China bernama FengNiao yg menangkap moment indah dan mengharukan tersebut dengan kameranya, menurut keterangan FengNiao, setelah si gadis memberikan perlindungan kepada si pengemis dengan payungnya, Ia langsung berlari pulang. Meski Harian Lokal sempat menyebarkan sayembara melalui sms untuk mengetahui identitas si Gadis, sampai sekarang tidak ada yg benar-benar tahu nama Gadis itu.
Tidak penting sudah seberapa sering Post ini kita baca atau pernah lihat, tapi lihatlah Nilai kebaikan yg ditanam oleh si Gadis. Seperti sebuah komentar dalam situs sumber. "Terima Kasih Bidadari yg berhati mulia, apa yang kau angkat bukanlah sebuah payung, tapi sepotong harapan bagi semua orang yang terjebak dalam hujan badai, Semoga semua orang yang berada di tingkat terendah masyarakat ketika terjebak di tengah hujan badai memiliki payung seperti milikmu" 
Semoga bermanfaat!!

Monday, 4 August 2014

Buku Tabungan Perkawinan


“Buku tabungan perkawinan” diberikan oleh ibu kepadaku pada hari perkawinanku.

Pada waktu itu, saya sangka buku tabungan ini berisi banyak uang, tapi saat kubuka ternyata di dalamnya hanya berisi 1.000 dolar.

Aku menatap ibu dengan pandangan kecewa, tapi ibu malah tersenyum padaku dan berkata: “Ini adalah buku tabungan perkawinan yang secara khusus dibuatkan untuk kalian, nanti jika kalian bertemu dengan hari yang pantas diperingati, kalian boleh menabungkan sejumlah uang ke dalamnya, tunggu sampai saat kalian tua, maka di dalamnya selain ada uang, juga tersimpan kebahagiaan yang tiada batas.”

Pada waktu itu, aku tidak sependapat dengan pandangan ibu, tapi suamiku malah mengingatnya baik-baik di dalam hati.

Tidak lama setelah menikah, suamiku terlebih dahulu menabung sebanyak dua kali, masing-masing sebanyak 500 dolar, sekali karena dia mendapatkan promosi jabatan, sekali lagi karena aku keluar rumah sakit setelah menjalani operasi.

Saat itu aku menertawainya sebagai kurang kerjaan, padahal sesungguhnya hatiku merasa bahagia sekali, sebab dia menganggap kesehatanku sebagai suatu hal yang membahagiakannya.

Tak lama kemudian, aku pun hamil. Kali ini, aku menabungkan 2.000 dolar ke dalamnya.

Namun segera kemudian, kami mulai memiliki pertengkaran dan saling mengabaikan; kebahagiaan saat anak kami lahir hanya bertahan sejenak, popok yang dicuci tak habis-habisnya dan susu yang tak ada habisnya dibeli, semakin memperburuk hubungan kami.

Buku tabungan perkawinan itu sepertinya telah terlupakan dan tersimpan di sudut laci meja tanpa pernah tersentuh lagi, angka tabungan di dalamnya juga tidak pernah bertambah lagi.

Ketika kami mulai ribut untuk bercerai, ibu mengatakan: “Kalian habiskan dulu uang yang ada dalam buku tabungan kalian, baru kemudian bercerai! Walau pun jumlah uangnya tidak banyak, tapi itu adalah harta bersama dari kalian berdua.”

Dari itu, untuk pertama kalinya aku menarik uang sebanyak 1.000 dolar, namun ketika aku meninggalkan pusat perbelanjaan dengan menenteng beberapa potong pakaian yang telah lama kuinginkan, aku ternyata masuk kembali ke pusat perbelanjaan dan mengatakan kepada wanita penjualnya: “Maaf! Aku tidak jadi membeli pakaian ini, harap anda bisa mengembalikan uang belanjaku tadi.”

Mungkin situasinya sangat memalukan, tapi yang teringat dalam otakku hanyalah asal uang 1.000 dolar dalam buku tabungan perkawinan ini.

Suamiku adalah seorang pria pemalu, tapi dia pernah berteriak keras “I love you” di jalanan, untuk itu aku menabung 100 dolar; dia ingat akan hari ulang tahunku, ukuran sepatuku, passwordku dan hal yang paling kutakuti, aku menabungkan 300 dolar pada hari ulang tahunku; dia bersikap sopan pada wanita, juga menjaga jarak dengan wanita lain, tidak memberikan kesempatan kepada bawahan wanita yang diam-diam mencintainya, aku menabung 500 dolar untuk ini.

Wah! Ternyata di dalam 1.000 dolar ini terdapat begitu banyak akumulasi kebahagiaan, kemudian ketika aku melihat pada uang 20.000 dolar lebih di dalam buku tabungan perkawinan ini, mataku mendadak terasa sedikit basah.

Malam hari ketika pulang ke rumah, aku menyerahkan buku tabungan kepada suamiku dan berkata: “Harap segera habiskan uang tabungan ini, setelah habis, kita boleh bercerai.”

Malam berikutnya, dia menyerahkan buku tabungan kembali ke tanganku, ketika kubuka ternyata uang tabungan malah bertambah 1.000 dolar.

Dia mengatakan: “Setiap dolar di dalamnya menyimpan proses perjalanan yang pernah kita lalui, untuk pertama kalinya aku menemukan bahwa ternyata aku begitu mencintaimu, jadi aku kembali menabungkan 1.000 dolar ke dalamnya.”

Sejak itu, hubungan kami kembali mesra seperti semula.

Perkataan ibu sungguh benar, dia membuatkan sebuah rekening untuk kami atas nama cinta, semua kegembiraan, kebahagiaan dan romantisme antara kami suami istri dimasukkan ke bank.

Dengan adanya buku tabungan perkawinan yang mengakumulasikan hari demi hari dan bulan demi bulan, bahkan perkawinan yang paling miskin sekali pun, juga tidak perlu takut kehabisan dana.

Sumber

Monday, 28 July 2014

Sebuah Permintaan Yang Menyayat Hati

Sebuah permintaan yang menyayat hati dilayangkan oleh pria bernama Nathen Steffel di jejaring sosial Reddit, beberapa waktu lalu. 
Kepada orang-orang yang bisa membaca statusnya, Nathen meminta agar siapa saja yang ahli dengandigital imaging  melakukan Photoshop pada foto Sophia, putrinya, yang hanya bisa bertahan hidup selama enam minggu, sebelum akhirnya meninggal dunia pekan lalu.
Pria yang berasal dari Ohio, AS, ini menulis: "Putri saya baru saja meninggal dunia setelah bertarung sekian lama di RS anak-anak. Karena sepanjang hidupnya dia harus dirawat, saya dan istri tak pernah bisa mengambil foto dirinya tanpa selang-selang penunjang hidup. Bisakah seseorang membantu menghilangkan selang-selang tersebut dari fotonya?"
Respon yang didapat Nathen ternyata di luar dugaan. Ia mengaku menerima banyak sekali foto Sophia yang sudah di-Photoshop. Beberapa bahkan mengirimkan sketsa gambar diri Sophia.
Sophia photoshoped
Banyak sekali orang yang mengirimkan foto Sophia yang sudah diedit (foto: buzzfeed)
Nathen juga bercerita di Reddit, putrinya didiagnosa menderita hemangioma hepatic di organ hatinya. Sophia sebetulnya sudah berada di dafar tunggu untuk menerima cangkok hati, namun karena komplikasi yang terjadi di perut, ia harus menghembuskan nafasnya yang terakhir sebelum operasi sempat dilakukan.
Nathen dan istrinya, sebutnya lagi, sebetulnya sudah mengetahui sang putri menderita hemangioma sejak Sophia masih berada di dalam kandungan. "Tapi kami tak pernah menduga akan seburuk ini," ujarnya. Kepada BuzzFeed, Nathen mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada orang-orang yang bersedia "mempermak" foto Sophia. "Saya hanya ingin punya satu saja foto Sophia tanpa selang-selangnya. Ternyata banyak sekali yang merespon, sekarang kami punya banyak sekali foto Sophia yang bagus," katanya.
Nathen dan istrinya bahkan memutuskan untuk memasang beberapa foto favorit mereka di dinding rumah. Ia juga berujar, betapa respon dari orang-orang asing ini sangat meringankan hatinya.
"Orang-orang mau peduli, bahkan berhenti melakukan apapun yang sedang mereka lakukan dengan hidup mereka, hanya untuk mengucapkan bela sungkawa atau mengirimkan foto Sophia. Ini sangat mengagumkan."

Saturday, 21 June 2014

Datang Ke Acara Wisuda Naik Becak Ayah

Mugiyono yang berprofesi sebagai tukang becak di Kelurahan Langenharjo, Kendal, mungkin jadi orang paling bahagia karena anaknya, Raeni lulus dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan IPK 3,96 (Sumlade). Bahkan Raeni tak malu datang ke acara wisuda diantar bapaknya naik becak.

Raeni, wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) berkali-kali membuktikan prestasinya beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4, sempurna. Penerima beasiswa Bidikmisi ini memiliki cita-cita meneruskan kuliah ke Inggris.

"Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengin-nya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi," kata gadis yang bercita-cita jadi guru tersebut seperti dikutip dari situs resmi Universitas Negeri Semarang, http://unnes.ac.id.

Raeni menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya. Mugiyono, ayah Raeni mengaku hanya bisa mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya.

"Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon," kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.

Sebagai tukang becak, diakui Mugiyono, penghasilannya tak menentu, sekitar Rp 10 ribuRp 50 ribu. Karena itu, dia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.

Sementara itu, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.

"Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni," kata Fathur Rokhman.

Dia yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. "Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini," katanya.

Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.

Sumber