Tuesday, 11 June 2013
Kisah Mengharukan Anak Kuda dan Boneka Beruang
Monday, 10 June 2013
Mendirikan Peringatan Untuk Mengenang Sang Anak
Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University. Mereka meminta janji. Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge. “Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard”, kata sang pria lembut. “Beliau hari ini sibuk,” sahut sang Sekretaris cepat. “Kami akan menunggu,” jawab sang wanita.
Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya. “Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,” katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul.
Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut. Sang wanita berkata padanya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan?” tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap. Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. “Nyonya,” katanya dengan kasar, “Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan.” “Oh, bukan,” Sang wanita menjelaskan dengan cepat, “Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard.” Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, “Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard.” Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.
Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, “Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?” Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS. Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu.
Sumber
Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya. “Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,” katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul.
Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut. Sang wanita berkata padanya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan?” tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap. Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. “Nyonya,” katanya dengan kasar, “Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan.” “Oh, bukan,” Sang wanita menjelaskan dengan cepat, “Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard.” Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, “Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard.” Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.
Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, “Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?” Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS. Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu.
Sumber
Remaja 15 Tahun Jadi Pengusaha Sandal Jepit Sukses
Ia baru mendirikan bisnisnya dua tahun lalu, namun seorang remaja asal Houston Madison Robinson hingga kini belum pernah merasa kesulitan seperti layaknya wirausaha baru lainnya.
Setiap pembeli yang ia dekati selalu memesan merek sandalnya: Fish Flops for Kids.
Madison mendapat ide sandal bergambar makhluk laut dengan cahaya yang berkelap-kelip yang dioperasikan dengan baterai saat ia masih berusia 8 tahun, saat tinggal di pantai Galveston Island, Texas.
Ayah Madison, Dan, adalah seorang mantan bankir yang beralih profesi menjadi perancang T-shirt. Ia membantu Madison mengubah gambar rancangan yang telah ia buat menjadi produk jadi dan membuat sampel produk.
Lebih dari 30 toko memesan produk itu saat pertama kali ditampilkan di pameran perdagangan, sehingga Dan bekerja sama dengan sebuah pabrik di luar negeri dan mulai mendistribusikannya pada Mei 2011.
Diluncurkan dengan dana dari “teman dan keluarga”, usaha tersebut semakin menguntungkan, ujar Dan. Sandal tersebut kini dijual online, di berbagai retail butik dan di 60 toko Nordstorm di seluruh negeri dengan harga berkisar antara $20 (Rp195 ribu) sepasang.
Mereka juga akan segera merilis situs FlipFlopShops.com, dan para pembeli Macy’s di New York baru-baru ini meminta Madison merancang sebuah produk untuk wanita dewasa.
Lebih dari 60 ribu pasang sandal telah terjual pada 2012, sehingga berhasil mendatangkan pendapatan sebesar $1,2 juta (Rp11,7 miliar). Dan Robinson mengatakan bahwa putrinya, yang akan lulus dari kelas 9, telah menyisihkan cukup keuntungannya untuk biaya kuliahnya nanti.
Madison yang masih berusia 15 tahun menggambar semua rancangan sandalnya dan memilih kombinasi warnanya secara digital, namun ia juga belajar bagaimana mengirim produk, menyimpan stok barang, menjelaskan harga yang ia patok, membawakan produknya di pameran dan meningkatkan penjualan.
Ia juga telah menguasai pemasaran via media sosial. Melalui akun Twitter @FishFlops ia berhasil membuat putri dari pembawa acara Entertainment Tonight, Nancy O’Dell memakai produk sandalnya, dan berhasil menarik perhatian tokoh kebugaran HSN Tony Little.
Tetapi untuk masuk ke Nordstrom, Madison menggunakan teknik penjualan kuno. "Saya menulis surat kepada pembeli," katanya kepada reporter Houston Fox.
Di Teen Choice Awards 2011, ia berhasil membuat para selebritas untuk menandatangani 300 pasang Fish Flops untuk para pasien di rumah sakit anak di Texas. Dan dengan menyumbang 10 ribu pasang Fish Flops untuk anak yatim piatu dan mendukung Texas Parks & Wildlife’s K-12 State Fish Art Contest, ia berhasil memiliki citra yang baik di media.
Fish Flops, menurut Madison, sangat kokoh dan dibuat tanpa membuat lubang di sol sehingga tali tidak mudah putus seperti halnya pada sandal jepit pada umumnya.
Pengalaman juga telah mengasah kemampuannya untuk berbicara di depan umum. Semua praktik yang ia lalui dengan tampil menjelaskan produknya di pameran industri dan membuat presentasi kepada para pembeli pusat perbelanjaan yang sulit ditaklukan, "membuatnya lebih mudah untuk tampil di kelas dan berbicara," ujarnya.
Madison menunggu untuk membelanjakan uang hasil keuntungannya. "Ayah saya tidak akan membiarkan saya menyentuh uang itu," katanya. "Ini untuk kuliah."
Gebrakan apa yang akan dilakukan pendiri Fish Flops selanjutnya? Setelah libur musim panas ia berharap untuk bisa mengambil kelas bisnis dan keuangan di kelas 10. Ia juga berencana untuk belajar bisnis di perguruan tinggi. “Nantinya, saya ingin melakukan sesuatu sendiri,” ujarnya.
Sumber
Setiap pembeli yang ia dekati selalu memesan merek sandalnya: Fish Flops for Kids.
Madison mendapat ide sandal bergambar makhluk laut dengan cahaya yang berkelap-kelip yang dioperasikan dengan baterai saat ia masih berusia 8 tahun, saat tinggal di pantai Galveston Island, Texas.
Ayah Madison, Dan, adalah seorang mantan bankir yang beralih profesi menjadi perancang T-shirt. Ia membantu Madison mengubah gambar rancangan yang telah ia buat menjadi produk jadi dan membuat sampel produk.
Lebih dari 30 toko memesan produk itu saat pertama kali ditampilkan di pameran perdagangan, sehingga Dan bekerja sama dengan sebuah pabrik di luar negeri dan mulai mendistribusikannya pada Mei 2011.
Diluncurkan dengan dana dari “teman dan keluarga”, usaha tersebut semakin menguntungkan, ujar Dan. Sandal tersebut kini dijual online, di berbagai retail butik dan di 60 toko Nordstorm di seluruh negeri dengan harga berkisar antara $20 (Rp195 ribu) sepasang.
Mereka juga akan segera merilis situs FlipFlopShops.com, dan para pembeli Macy’s di New York baru-baru ini meminta Madison merancang sebuah produk untuk wanita dewasa.
Lebih dari 60 ribu pasang sandal telah terjual pada 2012, sehingga berhasil mendatangkan pendapatan sebesar $1,2 juta (Rp11,7 miliar). Dan Robinson mengatakan bahwa putrinya, yang akan lulus dari kelas 9, telah menyisihkan cukup keuntungannya untuk biaya kuliahnya nanti.
Madison yang masih berusia 15 tahun menggambar semua rancangan sandalnya dan memilih kombinasi warnanya secara digital, namun ia juga belajar bagaimana mengirim produk, menyimpan stok barang, menjelaskan harga yang ia patok, membawakan produknya di pameran dan meningkatkan penjualan.
Ia juga telah menguasai pemasaran via media sosial. Melalui akun Twitter @FishFlops ia berhasil membuat putri dari pembawa acara Entertainment Tonight, Nancy O’Dell memakai produk sandalnya, dan berhasil menarik perhatian tokoh kebugaran HSN Tony Little.
Tetapi untuk masuk ke Nordstrom, Madison menggunakan teknik penjualan kuno. "Saya menulis surat kepada pembeli," katanya kepada reporter Houston Fox.
Di Teen Choice Awards 2011, ia berhasil membuat para selebritas untuk menandatangani 300 pasang Fish Flops untuk para pasien di rumah sakit anak di Texas. Dan dengan menyumbang 10 ribu pasang Fish Flops untuk anak yatim piatu dan mendukung Texas Parks & Wildlife’s K-12 State Fish Art Contest, ia berhasil memiliki citra yang baik di media.
Fish Flops, menurut Madison, sangat kokoh dan dibuat tanpa membuat lubang di sol sehingga tali tidak mudah putus seperti halnya pada sandal jepit pada umumnya.
Pengalaman juga telah mengasah kemampuannya untuk berbicara di depan umum. Semua praktik yang ia lalui dengan tampil menjelaskan produknya di pameran industri dan membuat presentasi kepada para pembeli pusat perbelanjaan yang sulit ditaklukan, "membuatnya lebih mudah untuk tampil di kelas dan berbicara," ujarnya.
Madison menunggu untuk membelanjakan uang hasil keuntungannya. "Ayah saya tidak akan membiarkan saya menyentuh uang itu," katanya. "Ini untuk kuliah."
Gebrakan apa yang akan dilakukan pendiri Fish Flops selanjutnya? Setelah libur musim panas ia berharap untuk bisa mengambil kelas bisnis dan keuangan di kelas 10. Ia juga berencana untuk belajar bisnis di perguruan tinggi. “Nantinya, saya ingin melakukan sesuatu sendiri,” ujarnya.
Sumber
Subscribe to:
Posts (Atom)